Tambang Emas Ilegal Marak di Pasaman: Puluhan Alat Berat Rusak Hutan dan Lingkungan

  • Bagikan

PasamanATENSI PUBLIK, –

Aktivitas tambang emas ilegal di Kecamatan Dua Koto, Kabupaten Pasaman, kian merajalela. Puluhan alat berat jenis ekskavator terlihat bebas beroperasi, bahkan hingga masuk ke kawasan hutan lindung yang seharusnya dilindungi.

Seorang pemerhati lingkungan yang enggan disebutkan namanya menyebut, kegiatan ini sudah berlangsung selama berbulan-bulan tanpa tindakan tegas.

“Puluhan ekskavator itu bekerja siang malam. Bahkan ada yang masuk ke hutan lindung. Ini jelas-jelas pelanggaran hukum dan ancaman serius bagi lingkungan,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (4/7).

Sosok bernama TAP Dafrial diduga menjadi tokoh penting di balik maraknya tambang ilegal ini. Ia bahkan sempat merespons lewat pesan WhatsApp, mempertanyakan unggahan media tentang alat berat yang disebut-sebut miliknya.

“Asman memposting alat saya terus, apa maksud dia itu?” tulis Dafrial via WhatsApp.

Tambang Menyebar di Lima Titik
Hasil pantauan lapangan mengungkapkan bahwa tambang-tambang ilegal tersebar di lima titik utama, yakni Lanai, Muara Tambangan, Sigalabur, Batang Kundur, dan Sinuangon. Dari semua lokasi tersebut, Lanai dan Garabak Laweh menjadi pusat aktivitas alat berat paling masif.

Yang mengejutkan, meski aktivitas ini sudah berjalan lama, belum terlihat ada tindakan nyata dari aparat penegak hukum atau pemerintah daerah. Hal ini memunculkan dugaan kuat bahwa ada pihak-pihak yang membekingi tambang-tambang ilegal tersebut.

“Kalau tidak ada yang melindungi, tidak mungkin alat berat sebanyak itu bisa bebas beroperasi,” kata sumber yang sama.
Dampak: Jalan Rusak, Sungai Tercemar, Petani Merugi

Warga mulai merasakan dampak buruk dari tambang emas ilegal ini. Jalan-jalan desa rusak, air sungai tercemar, dan sebagian petani serta nelayan kecil kehilangan sumber penghidupan.

Kelompok pecinta lingkungan dan sejumlah LSM kini mendesak pemerintah daerah serta aparat hukum untuk segera bertindak. Mereka menilai, jika dibiarkan, kerusakan lingkungan yang terjadi bisa menjadi bencana ekologis jangka panjang bagi masyarakat Pasaman.

(Red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *