Lubuk Besar atensipublik.com – Melemahnya daya beli masyarakat seperti yang sering berulang-ulang diucapkan oleh ekonom di acara talkshow televisi nasional, ternyata bukan sekedar hiasan kata agar berita menjadi bombasme atau selain dari itu, Rabu 10 September 2025.
“Sudah dua Minggu ini kami tidak bisa mencari nafkah seperti biasanya bang,” demikian Abdul Kohar (43 tahun) warga Lubuk membuka percakapan pada media.
Menurut Kohar, selain semakin jarangnya uang tunai bermain di genggaman tangan alias ekonomi lesu, Kohar juga mengaku bahwa dirinya cuma untuk sekedar mencari tambahan agar anak-anaknya dapat membeli Ice Boba saja sudah tak bisa lagi.
Pasalnya, Kohar menuding ada sikap pengecut pemerintah daerah memperjuangkan hajat hidup warganya manakala berhadapan dengan pilihan, antara manut jabatan aman atau kritis jabatan sekejap mata.
“Harga eceran beras naik, pajak juga naik, sembako sudah lebih dulu melambung keatas, pelayanan publik tetap sama seperti sekarang tapi penghasilan kita semua tetap. Ini yang namanya dibunuh secara perlahan,” tukas pria yang berprofesi sebagai petani sawit tersebut.
Bukan hanya Kohar saja yang merasakan betapa mencekiknya antara kebutuhan dan pemasukan. Sebut saja, mba Jum, seorang perantau asal Pulau Jawa yang sehari-hari berkeliling kawasan pertambangan timah rakyat di seputaran Lubuk.
“Saya hanya bisa pasrah saja lah mas. Soalnya semakin kesini hutang saya semakin menggunung ke agen-agen di pasar. Belum lagi kebutuhan di rumah saya sendiri juga ikut memojokkan saya,”keluh perempuan paruh baya sembari menjejalkan sirih ke mulutnya.
Sementara itu, sayangnya pihak pemangku amanah, alias pemerintah tiada yang satu pun jantan menjadi lelaki untuk sekedar menjawab konfirmasi yang dilayangkan dan akan terus diupayakan agar berita berimbang. (LH)