Lubuk Besar atensipublik.com — Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menargetkan penguasaan kembali hingga 3 juta hektare lahan bermasalah pada Agustus 2025. Target ini merupakan kelanjutan dari capaian sebelumnya, di mana Satgas PKH telah mengamankan lebih dari 2 juta hektare lahan antara Februari hingga Juni tahun ini, Selasa 15 Juli 2025.
Sementara itu, pada prakteknya banyak kejadian yang saat sekarang situasinya sudah berubah sama sekali. Apalagi setelah terbitnya Peta Hutan SK.Menhut 6614 Tahun 2021.
“Jadi kalau di kami ini tupoksinya hanya sekedar mendata saja sifatnya. Tapi kalau ada informasi dari media soal beberapa kawasan kebun sawit yang masuk ke kawasan hutan tentu kami akan meneruskan ke pihak Kementerian Kehutanan,” kata Kepala KPH Sungai Sembulan, Mardiansyah pada Selasa sore.
Ia menambahkan, jumlah luas kebun sawit rakyat yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung saat ini mencapai 75.734,17 hektar. Kecuali Kota Pangkalpinang, keberadaan kebun sawit tersebut tersebar pada semua kabupaten dalam wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan jumlah terbanyak berada di Kabupaten Bangka Selatan. Di Bumi Junjung Besaoh itu luas kebun kelapa sawit rakyat berjumlah 20.953,50 hektar.
“Kalau ada informasi dari media, silahkan saja disampaikan,” imbuh Mardiansyah ketika dikonfirmasi soal adanya beberapa kebun sawit di desa Nadi (koordinat gmaps) yang masuk kawasan Hutan Lindung.
Analisis oleh Greenpeace dan The TreeMap untuk laporan ini menemukan bahwa di akhir 2019, terdapat total sejumlah 3.118.804 ha kelapa sawit yang ditanam di dalam kawasan hutan
Indonesia, dengan melanggar hukum kehutanan nasional. Dari jumlah tersebut, separuhnya (1.552.617 ha) merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Di antara perusahaan perkebunan, terdapat lebih dari 600 perusahaan yang masing-masing menanam lebih dari 10 hektar di dalam kawasan hutan. Paruh sisanya (1.566.187 ha) merupakan perkebunan swadaya masyarakat.
Hasilnya, memperlihatkan, tutupan sawit itu berada di kawasan suaka alam seluas 115.000 hektar, hutan lindung 174.000 hektar, hutan produksi terbatas 454.000 hektar, hutan produksi 1,4 juta hektar, dan hutan produksi konversi 1,2 juta hektar.
Untuk Bangka Belitung sendiri, ada tercatat 40 277 Ha kebun sawit yang berada dalam kawasan hutan. Dengan begitu, kondisi parsial antara kondisi ideal Babel pasca tambang semakin menjadi utopia belaka.
“Infonya AND alias bos botak ini memang cuma dititip saja sama pemilik sebelumnya yang sedang menghadapi kasus hukum. Jadi, agar tidak masuk dalam daftar sitaan negara, aset ybs saat ini memang cuma pengelola saja,” ungkap sumber redaksi yang enggan dimasukkan namanya dalam pemberitaan.

Bukan cuma itu, dalam kawasan kebun sawit milik AND alias bos botak ini berdasarkan pengakuan dari ybs, di dalamnya justru beroperasi tambang ilegal dengan kapasitas yang serius. “Infonya di dalam sana ada 8 unit PC beroperasi,” sebut seorang pekerja TI warga lokal.
Pada tahun 2013, Undang-undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan disahkan sebagai respons terhadap masalah deforestasi yang kian berlangsung. Dalam pendahuluannya, UU tersebut menyatakan “bahwa perusakan hutan, terutama berupa pembalakan liar,
Penambangan tanpa izin, dan perkebunan tanpa izin telah menimbulkan kerugian negara, kerusakan kehidupan sosial budaya dan lingkungan hidup, serta meningkatkan pemanasan global yang telah menjadi isu nasional, regional, dan internasional”.
Di bawah undang-undang 2013 tersebut, pelarangan perkebunan di kawasan hutan diatur secara lebih eksplisit, dan perusahaan perkebunan yang melanggar diancam sanksi administratif, pembekuan atau pencabutan izin, serta denda senilai IDR 20 miliar–50 miliar (USD 1,4 juta–3,5 juta), serta ancaman kurungan penjara bagi pejabat perusahaan selama minimum 8 tahun hingga 20 tahun. Sanksi pidana juga berlaku bagi pejabat perusahaan yang mengangkut, memproses, mendagangkan, atau memasarkan produk perkebunan – seperti tandan buah segar atau minyak kelapa sawit – dengan denda senilai hingga IDR 15 miliar dan kurungan penjara selama 5–15 tahun.(LH)