Pangkalpinang atensipublik.com — Perburuan lokasi untuk menyedot pasir timah bagi penambang liar seperti tidak pandang bulu. Selain lagi gencar- gencarnya beroperasi merusak ekosistem di laut, di daratan pun yang deposit pasir timahnya sudah menipis tak luput dari bombardir deru mesin para penambang liar di seputaran hutan produksi, Selasa 15 Juli 2025.
Tak hanya lahan pribadi, sempadan sungai, dan hutan bakau pun yang terlarang nekat dirangsek oleh penambang liar. Bahkan kawasan terlarang seperti Hutan Produksi milik sebuah perusahaan pun jadi arena menyedot SDA tak tergantikan tadi.
“Kalau yang saya lihat di lapangan, memang yang banyak ada di lapangan teman-teman dari institusi tertentu aja bang,” keluh Jul warga setempat.
Ketika dipertajam lagi apa yang dimaksud dengan institusi tertentu, setengah berbisik Jul bilang koordinasinya sama dengan situasi di Merbuk-Pungguk-Kenari kecamatan Koba. “Oh maksud abang kawan-kawan yang sama seperti Merbuk Pungguk Kenari itu ya?” awak media terus mengklarifikasi temuan informasi tadi.
Selanjutnya media mencoba mengkonfirmasi soal indikasi keterlibatan anggota dari institusi keamanan negara di areal penambangan timah warga dusun Sarangikan desa Lubuk kecamatan Lubuk Besar. Sampai berita ini tayang masih belum mendapatkan respon maksimal dan akan terus diusahakan.
Selain itu, dalam investigasi yang dilakukan rombongan awak media. Fakta lapangan membuktikan bahwa di penghancuran area tersebut makin lama makin mendekat ke area kawasan Hutan Lindung.
“Belum lagi masalah dikuasainya titik TI (tambang ilegal) yang ngasil (gemuk deposit) diduga oleh oknum koordinator di lapangan artinya terkesan cuma mereka saja yang boleh ada disitu,” ungkap sumber redaksi yang berpesan agar namanya dirahasiakan demi keamanan dirinya.
Terpisah, Kepala KLHK Gakkum Wilayah Sumatera, Subhan belum dapat memberikan informasi terkait ada dugaan pembalakan liar dalam kawasan Hutan Produksi yang sebenarnya terancam pidana UU No 18/2013.
Tanggapan lebih trengginas datang dari Jaringan Pemantau Independen Kehutanan, melalui Dinamisator Nasional Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK), Muhammad Ichwan.
“Berkaitan hal tersebut JPIK mendesak Gakkum KLHK menindak tegas para perusak lingkungan ini dari hulu sampai hilir termasuk para cukong atau penadah dan aparat, serta pejabat yang terlibat,” pintanya.
Aktivitas pertambangan illegal tersebut telah melanggar UU Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan No 18 tahun 2018 dan juga melanggar Undang-Undang (UU) Minerba Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 158. “Bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak seratus miliar rupiah,” terangnya mengurai bunyi pasal tadi.
JPIK akan segera melakukan koordinasi dengan pihak Gakkum KLHK atau Bareskrim Polri agar kegiatan pertambangan ditindak tegas termasuk pemodal, penampung hasil tambang ilegal dan backing aktivitas tersebut. (Tim Investigasi)