JAKARTA, atensipublik.com – Pegawai pemerintahan atau Ambtenaar berasal dari bahasa Belanda yang berarti pegawai/pejabat negara. Ambtenaar juga digunakan untuk menyebut para pegawai negeri pada masa pemerintah kolonial Hindia-Belanda, Jumat 14 Februari 2025.
Sistem kolonialisme yang kuat mencengkeram Hindia Belanda aka Indonesia pada kurun waktu abad 17 sampai awal abad 19, ternyata masih meninggalkan jejak sampai saat ini.
Salah satu ciri paling kentara yang sukar dihilangkan adalah sifat priyayi, merasa berbeda kasta dari rakyat biasa juga sangat minim sifat melayani publik. Padahal, hampir 90% penghasilan mereka berupa gaji notabene adalah sumbangsih rakyat. Yang bersedia dicekik pajak oleh pemerintah.
Penggalan kisah abad 17-an ini, ternyata secara sporadis masih setia dianut oleh sebagian Ambtenaar masa kekinian.
“Selamat pagi mba, ini saya mau buat surat keterangan waris yang akan kami gunakan untuk menutup rekening bank milik almarhumah mendiang ibu saya, kira-kira berkas apalagi yang kurang?” tanya seorang warga sebut saja Dd di kelurahan Malakasari Duren Sawit Jakarta Timur pada Jumat pagi jam 08.20 wib.
“Oh, itu tinggal ditandatangan saja pak sama Pak Lurah Eric, tapi beliau sekarang sedang senam. Kan biasa pak kalau Jumat emang senam acaranya,” sebut salah seorang staf di Pusat Pelayanan Satu Pintu Kelurahan Malakasari.
“Waduh saya ini ditunggu pihak bank jam 9 pagi ini mbak,” tangkis warga dengan sengit.
Sejurus kemudian, seorang Kasi Pemerintahan, IQ coba menengahi situasi yang mulai tidak kondusif. “Pak mana berkasnya coba saya komunikasikan pada Pak Lurah, kebetulan beliau sudah ada di tempat,” sebut IQ pada pukul 09.23 wib.
Sejam kemudian, berkas yang dimaksud akhirnya selesai. Meninggalkan guratan kecewa mendalam pada warga yang harus berkorban ingkar janji pada pihak bank. Akibat tidak berlakunya standart prosedur operasional baku. Bukankah jika ada seorang pejabat publik yang akibat jabatannya maka sudah sepatutnya mampu menciptakan sistem dimana tanpa kehadiran fisik dirinya sekalipun pelayanan tetap berlangsung?
Penderitaan warga tadi belum berakhir disitu saja. Sebab, setelah pihak kelurahan Malakasari warga tadi juga harus meminta tanda tangan Camat Kecamatan Duren Sawit Kelik Sutanto, AP, MA di kawasan BKT Jakarta Timur.
“Oia pak, ini berkas persyaratannya mana ya pak? Kalo tidak ada tolong dilengkapi dulu,” sergah staf perempuan di Pelayanan Satu Atap Kecamatan Duren Sawit.

“Loh mbak, bukannya kelurahan dan kecamatan connected? Kan tinggal di kroscek kesana saja mbak berkas persyaratan tadi?”argumen warga yang sudah letih karena selama 4 hari ini berkutat pada masalah mengurus surat keterangan waris keluarga.
Sambil bersungut-sungut, staf pelayanan tersebut menjawab ketus,”Ya nanti kita kontak pihak kelurahan deh pak. Tapi ini suratnya baru dua hari kerja selesai (Hari Selasa 18/02-red) selesainya pak,” terang staf tadi sekenanya saja seraya matanya tak lepas dari layar gadgetnya.
Kisah diatas merupakan secuil fragmen kecil dari pagelaran dramaturgi yang bernama Birokrasi Indonesia. Dimana si kuat akan mendapatkan karpet merah, sementara si lemah cuma lunglai berbaris entah kapan mendapat giliran. (LH)